Masa kecil dan
masa remaja saya boleh dibilang berhiaskan kisah-kisah perempuan cantik yang
punya akhir cerita bahagia. Aurora dalam Sleeping Beauty, Belle dalam Beauty
and The Best, Rapunzel dalam Tangled, dan lainnya, menghiasi masa kecil saya.
Fiona dalam Promises Promises, Mel dalam Brownies, Ketty dalam Kitten Heels dan
lainnya, menghiasi masa remaja saya.
Semuanya perempuan cantik, semuanya punya akhir cerita yang indah.
Semuanya perempuan cantik, semuanya punya akhir cerita yang indah.
Kali
ini, cerita yang saya baca masih tentang perempuan cantik. Lasi namanya.
Perempuan ini dikenalkan Ahmad Tohari lewat Bekisar Merah yang terbit tahun
2011 lalu, namun baru saya selami kisahnya di cetakan kedua, Maret tahun lalu.
Lasi
diceritakan sebagai perempuan Karangsoga, desa kecil yang riuh dengan para
penyadap melarat. Hidup Lasi jauh dari kemewahan dunia, lingkungan sosial Lasi
bahkan tega melabelinya anak haram
karena ayahnya bukan seorang pribumi. Kesan pedih yang melingkupi Lasi sejak
dalam kandungan ini yang barangkali menjadi pembeda Lasi dengan tokoh-tokoh cantik
yang saya kenal sebelumnya.
Belum selesai
dengan label anak haram, Lasi ditimpa label lain yang menyayat kehidupan
cintanya: perawan tua. Lasi baru menikah saat usianya 20, beda 6 tahun dengan
perempuan-perempuan Karangsoga lainnya. Bukan karena Lasi tak menarik hati
lelaki-lelaki Karangsoga, namun karena asal-usul Lasi yang dianggap cacatlah
Lasi sulit mendapatkan jodoh. Darsa, penyadap yang juga keponakan ayahnyalah
yang akhirnya mengawini Lasi.
Lasi, meski
cantik, harus berjuang sebagaimana perempuan-perempuan di Karangsoga, mengolah
nira, memotong kayu dan menyalakan tungku. Darsa sama melaratnya dengan
penyadap lain, maka hidup Lasi tetap melarat. Namun kali ini Lasi hanya melarat
raga, karena saat ia bersama suaminya, jiwanya penuh dan kaya.
Laju hidup Lasi
yang meski tanpa harta namun bahagia ini tak bisa saya katakan sebagai hal yang
istimewa. Saya memang setuju soal cinta yang membuat segalanya jadi indah dan
tak ternilai, namun untuk sebuah alur cerita, di halaman awal saya kecewa.
Ahmad Tohari bisa saya katakan sukses membuat tokoh perempuan kampung yang
sederhana, tapi sukses juga membuat penokohan yang bikin saya merasa tak perlu
mmembelalakan mata. Untung keadaan ini tidak berlangsung lama, saya kembali
diajak meluncur dengan terusannya.
Malang bagi
Lasi, kebahagiaan bersama Darsa hanya bertahan sebentar. Darsa seolah
menikamkan belati di dada Lasi saat seantero kampung tahu, Darsa menyemai bibit
di rahim perempuan lain. Bukan karena perempuan itu lebih cantik, melainkan
karena kebodohan Darsa yang masuk perangkap piciknya Bunek, dukun beranak di
Karangsoga.
Hari-hari
Lasi yang penuh luka kemudian tak bisa ia tahan lagi. Bersama truk penghantar
gula, Lasi memutuskan lari ke Jakarta, menghindari Darsa dan orang sekampung
yang terus memojokannya. Lasi tentu tak mengira keputusan ini justru membawanya
pada label yang baru: Bekisar Merah, yang cantik dan langka.
Lasi
kemudian jatuh ke tangan Handarbeni, purnawirawan kaya raya yang memanjakannya
dengan harta yang berlimpah ruah, melebihi apa saja yang sanggup diberikan
Karangsoga untuknya. Sementara Kanjat, lelaki sepermainannya dulu waktu
kanak-kanak, telah lulus jadi insinyur. Ia mengejar cinta Lasi ke Jakarta. Lasi
sebenarnya menyimpan perasaan yang sama pada anak pemilik perkulakan gula
paling besar di Karangsoga itu. Sedari dulu, semasa Lasi kanak-kanak. Kanjatpun
tak jauh berbeda, itulah mengapa ia nekat menyusul Lasi ke Jakarta.
Lasi
masih perempuan Karangsoga yang pemalu, sederhana dan tahu terima kasih. Meski
ia sudah bercerai dengan Darsa, cintanya dan cinta Kanjat tak mungkin ia
perjuangkan. Halangannya? Handarbeni, ditambah status sosialnya yang tak
sebanding dengan Kanjat. Maka jadilah Lasi menerima kenyataan itu dengan lapang
dada, menerima Handarbeni yang sudah lapuk dimakan usia meski hatinya meronta.
Di tengah
kepasrahan Lasi, Handarbeni malah menceraikannya untuk dihadiahkan pada Bambung,
seorang makelar jabatan kelas kakap. Di masa peralihan dari Handarbeni ke
Bambung inilah Lasi sempat melarikan diri dan menikah secara agama dengan Kanjat.
Namun di tengah-tengah perjuangannya bersama Kanjat, Bambung berhasil menemukan
Lasi dan menyeret perempuan yang tengah mengandung anak Kanjat itu kembali ke
Jakarta.
Konflik
ini menggiring ingatan saya pada roman picisan sering yang tayang di televisi,
yang alurnya mudah ditebak. Saya rasa saya tidak perlu membeberkan akhir
ceritanya. Cinta yang mendobrak batas status sosial dan ekonomi, yang menebas
kekuasaan-kekuasaan di atas harta dan tahta, adalah hal-hal yang saya pikir tak
terlalu istimewa dalam dunia fiksi.
Bekisar
Merah boleh jadi saya golongkan dalam novel yang membedah perempuan, romantisme
dan kekuasaan. Dalam hal yang romantis dan perempuan, misalnya, Ahmad Tohari
sudah dengan gamblang menyajikannya di bagian awal. Personifikasi pohon kelapa
yang dimisalkan seorang perempuan yang ayu dan gemulai, menjadi pembuka yang
lugas. Tidak ada kesan menutupi bahwa nantinya Ahmad Tohari akan menggiring
kita pada cerita yang lebih nyalang. Terlepas dari itu, Ahmad Tohari tetap harus
dilabeli pandai membuat nilai cerita jadi seimbang. Tentu banyak pesan
keagamaan dan moral yang didapat dari kisah Lasi yang berujung bahagia seperti
kisah putri-putri negeri dongeng.
1 comment:
Pagar Rumah Minimalis
Desain Rumah Sederhana
Modern Interior Design
Rumah Minimalis Sederhana
Model RUmah Sederhana
Teras Rumah Minimalis
Post a Comment