Saturday, October 15, 2011

Syahdan, Kegilaan Kita

Dini hari itu Ejja terbangun lalu lekas-lekas mengucek matanya dan tersadar, Ruth tak ada disebelahnya!
Ejja tahu, tadi malam Ruth berencana akan masak sarapan spesial, tapi jam 1 malam? Ruth tak mungkin sedini ini pergi ke pasar.
Ejja merebahkan kembali kepalanya, lalu tangannya mendapati secarik kertas di bawah bantal tidurnya.


"...Kita memang samasama gila:

Buktinya kau nurut saja waktu kubilang
matamu
adalah samudra yang harus kuselami
----Dan kau setuju waktu aku merobek matamu, mili demi mili


Tapi memang akhirnya kau menangkisku, kau bilang
hal itu tak cukup jadi alasan kegilaan kita berdua.


Ah! Tapi, bukannya mengaku waras adalah kegilaan itu sendiri?
(kemudian kau mengangguk saja)
Dasar absurd!

Dulu, waktu layar 14inchku menangkap kumpulan sinar
(yang belakangan nampak nyata sekali---itu wajahmu!)
Aku gilagilaan bertahan
untuk tak jatuh cinta.
Bukannya bagus?
aku bisa melihat matamu dan kristal putih itu meski dua keping kaca sengaja kau pakai untuk menyembunyikannya

Hihihihi. Tuhkan. Kita memang samasama gila.
Apa?
Yang gila, cuma aku, katamu?

Ah! Tapi, bukannya aku dan kau memang satu yang sama? Hihihi.
(kemudian kau mengangguk saja) artinya kau setuju kalau kita samasama gila. Hihihi.

----

kadang-kadang aku muak melihatmu cuma mengangguk atau tersenyum kecil saja
---tidak lari-lari atau meloncat-loncat girang.
meski lama-lama terbiasa, dengan alasanmu dari saduran
sajak Sapardi yang terkenal itu: "..mencintaimu, harus menjelma aku.." 

mencintaiku, memang cukup menjelma engkau, Ejja.."'

Lalu Ejja tersenyum dan menarik selimutnya. Tiba-tiba Ia tahu Ruth akan baik-baik saja, entah kenapa.

Ejja&Ruth

No comments: