Friday, February 24, 2012

Hari Ini Berat Banget, Kaka..


Akhir-akhir ini jam tidur saya agak gak asik. Biasanya berjam-jam saya hanya guling-guling, baca sambil tiduran, membuat beragam ukuran origami, baca-baca posting fiksi mini di salah satu grup fesbuk, atau melamun-lamun di depan cermin. Ini tidak baik. Saya tau itu. Salahnya, saya tidak tau cara menghindari atau mengenyahkannya dari malam-malam yang saya rasa panjang melintang menuju pagi.
Pun untuk tidur siang, faktor ketidakbiasaan sama jadwal kuliah ditambah rengrengannya membuat saya, rasanya, tak punya waktu. Mungkin hari Minggu atau Sabtu, baru saya punya waktu luang untuk tidur atau sekedar leha-leha di siang hari.

Hebatnya, siang ini saya tidur siang. Entah kelelahan di minggu ini atau apa, tidur saya nyenyak sekali. Hari ini memang libur. Mata kuliah Tasawuf dan Bahasa Arab resmi sudah pindah jadwal ke hari Senin dan Selasa. Tidur siang saya yang nyenyak pun lancar terlaksana.

Hingga ponsel saya berdering, Skipalong-nya Lenka mengalun, mengusik tidur saya. Saya terbangun. Tergagap menatap layar ponsel dan buru-buru mengatur suara. Seorang yang penting dari jurusan saya menelepon, mengatakan kalau surat kerjasama, permohonan sambutan dan proposal harus siap sebelum jam 2. Untuk konsolidasi dengan rektor, katanya. Saya kaget dan sedikit kelimpungan. Jam 2? Ini jam 1.36, Beliau bilang jam 2?? Akhirnya saya menjelaskan kalau printer rumah saya cuma hitam-putih dan rumah saya jauh dari tukang print. Tapi nampaknya beliau tidak mau tau. Ah, baiklah, semacam profesionalisme, mungkin ya. 

Setelah telpon ditutup, saya langsung menuruni tangga, menyalakan komputer, mengedit beberapa kata dari surat dan proposal yang harus difit ulang karena ada tambahan dan berpakaian sekenanya. Beres dari itu saya langsung menuju kampus, di atas motor, rusuh, saya melihat jam. Jam 1.56! Saya stres bukan main.

Sesampainya di kampus, saya memasuki tempat print tedekat dan mengeprint beberapa surat, juga proposal yang dipesan. Saya ingat jelas bahwa saya hanya membawa 19.000 saja, karena saya pikir itu akan cukup untuk hal yang satu ini. Sialnya, Segala rentetan ini berharga 19.300. Kurang 300 rupiah! MasyaAllah, saya menyesal meninggalkan dompet di kamar. Akhirnya dengan maaf berulang-ulang, saya izin mengambil uang dulu sama si pemilik tempat print. Wajah saya, yang selepas tidur siang itu hanya saya basuh dengan segayung air, entah bagaimana rupanya. Malu, capek, kumal, kucel, ah! Tidak nyeni sekali.

Dengan langkah terburu saya meninggalkan tempat print dan menuju rektorat di bawah matahari yang panas. Jantung saya berdegup tak karuan sambil berharap dana dari rektorat cair, biar kepanitiann ini lebih lenggang kalau melangkah. Saya mengirim beberapa sms ke orang penting yang tadi menelepon saya, tak ada balasan. Dengan gamang saya duduk di taman rektorat yang sudah kurang asri itu, sendirian.

Beberapa menit berlalu, orang penting itu turun dari tangga, bersamaan dengan itu saya melihat ketua pelaksana pelatihan ini menaiki tangga. Orang penting itu memegang amplop. Tersenyum penuh arti pada saya dan sang ketua. Sang ketua membalas senyumnya. Sedang saya cuma mengerutkan kening: BAGAIMANA BISA DANANYA CAIR SEDANG SURAT DAN PROPOSALNYA MASIH SAYA PEGANG ERAT DI TANGAN SAYA?

Saya bertanya penuh curiga dan sang ketua cuma bilang: "Ini diplomasi,"

Hah? Tampar saja saya sekalian. Saya membela administrasi mati-matian, tapi dengan birokrasi dan diplomasi yang kurang ajar, administrasi jadi sia-sia. Ini instansi kan? Ini organisasi kan? Ini kepanitiaan kan? Tiba-tiba saya jadi ragu. Emosi saya menggelegak. Rasanya siang ini makin panas.

Sesudah perdebatan yang tidak terlalu penting di fesbuk, dengan senior saya perihal ini, saya menemukan gambar yang cukup menenangkan dari Waves of Gratitude.


Move on dari keruwetan ini. Biar saja idealisme saya hanyut, atau hancur seperti kacang polong rebus.
Well, hari ini berat banget, kaka. Padahal saya sudah pake pesawat sederhana buat meringankannya. >,<

3 comments:

Rizky Sopiyandi said...

saya mengerti, saya mengerti..
cabok pipi si pitung kalo omongan saya meleset.. karena segala keluh anda saat itu, akan berbuah manis kelak. percaya, itu modalnya.

Ratu Tresna Ning Gusti said...

Plisss.. jangan bawa-bawa pitung karena saya ruwet mendengar namanya. Ahahaha :P

Redaksi Dejavu said...

haha..